Anak aset berharga, mari perkuat perlindungan pada anak! Demikian yang disampaikan oleh Ketua Lembaga Kajian Perak, Nur Widiana, AKM., MPH dalam kesempatan memperingati Hari Anak Nasional 23 Juli 2022. 

anak aset berharga
anak aset berharga

Anak Aset Berharga, Perkuat Perlindungan pada Anak

Ibu yang akrab dipanggil Anna ini menyampaikan bahwa sampai saat ini keamanan dan keselamatan anak-anak masih ditingkat rendah di Indonesia. Anak-anak yang fitrahnya suci ini telah dirusak oleh berbagai macam ancaman kekerasan dan kerusakan dari mulai menjadi incaran predator anak di bawah umur, tontonan yang tidak pantas dari televisi dan gadget atau kekerasan lewat bullying sesama anak.

Dilansir dari beritautama.co.id mengenai kekerasan pada anak, Anna merasa prihatin dengan perlindungan pada anak yang masih lemah. Kasus kekerasan pada anak di dalam rumah tangga, kekerasan pada anak dari orang dekat justru menjadi kejadian yang luar biasa mengerikan karena anak tidak bisa berteriak atau lari dari kekerasan yang dia terima. Hidup bersama orang yang dicintai sekaligus dibencinya akan membuat anak menderita fisik dan psikisnya.

Tingginya Kasus Kekerasan pada Anak

Dari laporan Kemenpa (Kementrian Perempuan dan Anak), kasus kekerasan terhadap anak tercatat meningkat dari 11.057 pada 2019 menjadi 11.278 kasus pada 2020 dan semakin meningkat menjadi 14.517 kasus pada 2021. Jumlah korban kekerasan terhadap anak juga meningkat dari 12.285 pada 2019 menjadi 12.425 kasus pada 2020, dan meningkat lagi menjadi 15.972 kasus pada 2021. Bila dirinci, kasus tersebut adalah kasus kekerasan seksual (45 persen), kekerasan psikis (19 persen), dan kekerasan fisik (18 persen). Data BKKBN pada tahun 2013 juga menunjukkan sebanyak 4,38 % remaja usia 10-14 tahun telah melakukan hubungan seks bebas. Begitu juga remaja pada usia 14-19 tahun sebanyak 41,8 % (Prabasari et al., 2018).

Kasus tersebut diperkuat dengan hasil survei Komisi Nasional Perlindungan Anak yang dilakukan pada tahun 2008, menyatakan bahwa 97% remaja SMP dan SMA pernah menonton blue film atau film porno, 93.7% remaja pernah melakukan genital stimulation (meraba alat kelamin) dan oral seks, bahkan 62.7% remaja mengatakan tidak lagi perawan dan 21.2% mengaku pernah aborsi karena seks bebas (BKKBN, 2010 dalam Purnama et al., 2020). 

Bahkan beberapa berita yang menambah rasa pedih adalah sosok yang harusnya menjadi panutan, tergoda bisikan syeitan melakukan tindakan amoral terhadap anak didik yang dipercayakan padanya. Modus “Grooming” kepada anak-anak perempuan marak menjadi cara yang kerap dipilih para predator untuk memperdaya mereka. 

Sungguh, anak-anak kita saat ini dihadapkan pada kondisi lingkungan yang berat. Menantang sekaligus menguji moral dan keimanan yang besar.  Ujian mereka sungguh luar biasa. Bukan hanya di luar, bahkan tak jarang ujian itu ada di dalam rumah mereka sendiri!  Waspada, harus dinyalakan! Kewaspadaan harus ditumbuhkan! Mereka harus didampingi! Mereka wajib dilindungi dan dijaga!  Mereka tak bisa sendiri menghadapinya. Mereka perlu kita: Ayah, Ibu, Tante, Paman, Om, Kakak, Tetangga, Ibu dan Bapak Guru, Ustadz, Ustadzah, Dosen, Lurah, Camat, Walikota, Mentri dan Presiden. Mereka perlu semuanya ikut menjaga dan melindungi.

Optimalkan Gerakan Keluarga dan Kawasan Ramah Anak

Saatnya kembali mengoptimalkan Gerakan Keluarga, RT, RW, sekolah atau Kawasan Ramah Anak di lingkungan kita. Kawasan yang menjaga fitrah dan memberi kenyamanan serta perlindungan untuk anak-anak negeri ini. Kawasan di mana mereka akan mendapatkan haknya sebagai anak. Hak pengasuhan, kesehatan, kesejahteraan, pendidikan dan kebahagiaan, sehingga mereka akan belajar dengan nyaman, bermain dengan bahagia. Terlindungi bukan hanya dari ancaman fisik maupun psikologis saja, namun juga dari ancaman moral dan keimanan. Sedih hati ini ketika banyak anak-anak mulai kecanduan pornografi, permainan online, dan  juga mencontoh perilaku seks menyimpang hingga bangga melakukannya. Sungguh ini merupakan ancaman besar jika tidak segera diantisipasi!

Saatnya Orangtua dan masyarakat saling membahu dan peduli. Saatnya tetangga ikutan  “kepo” positif dengan urusan anak-anak disekitarnya. 

Menurut Bu Anna, beberapa kepo positif yang bisa dilakukan untuk melindungi anak dari kekerasan fisik dan psikis di lingkungan tempat tinggal adalah sebagai berikut:

  1. Peduli saat melihat anak-anak pada saat waktu belajar mereka asyik main di mall atau lapangan. 
  2. Ingatkan anak jika kita melihat mereka berkata kasar, vulgar atau berperilaku tidak senonoh.
  3. Tanyakan pada anak jika kita melihat luka lebam di tubuhnya.
  4. Ingatkan secara baik-baik pada  orangtua yang ditemukan melakukan kekerasan fisik pada anak-anaknya. 
  5. Lindungi saat melihat anak di-bully atau diperlakukan tidak baik. Aparat pemerintah bisa ambil bagian dalam memberi pendampingan untuk orangtua yang perlu pendampingan mengasuh dan merawat anaknya. 
  6. Dukung orang tua tunggal yang kesulitan menjaga anaknya. 

Mewujudkan suasana lingkungan yang santun, saling menjaga dan menghormati di kawasan perumahan maupun sekolah adalah tugas warga bersama. Ramaikan lingkungan dengan kegiatan-kegiatan bermanfaat seperti Taman Bermain, TPQ, Komunitas/ Taman Baca, forum anak atau kegiatan Mentoring Agama Anak. 

Simpulan: Speak Up!

Saatnya kita hidupkan dan budayakan kontrol sosial bagi anak-anak disekitar kita. Mulai sekarang, Berisiklah dengan kejanggalan yang berlaku pada mereka.  Jangan diam saja, karena bisa jadi mereka tak bisa bersuara karena takut. Lakukan sesuatu. Mereka, anak-anak kita, aset berharga yang akan menjaga keberlangsungan bangsa dan negara ini. Saat ini mereka yang perlukan perlindungan dan penjagaan kita, yakinlah beberapa tahun kedepan, kita yang akan sangat memerlukan penjagaan dan perlindungan dari mereka. 

Selamat Hari Anak Nasional, 23 Juli 2022

Nurwidiana, SKM., MPH.

Ketua Lembaga Kajian Perempuan, Anak dan Keluarga (PERAK)

Post a Comment

Silakan berkomentar dengan bahasa yang baik dan sopan. Untuk diskusi silakan mengirim email ke lembagakajianperak@gmail.com | IG: lembagakajian.perak | FB: lembagakajianperak